Selasa, 20 Mei 2014

MENDESAIN PRODUK, MEREK, KEMASAN DAN LAYANAN



MENDESAIN PRODUK, MEREK, KEMASAN DAN LAYANAN

PENGERTIAN PRODUK
Produk menurut Kotler dan Amstrong (1996:274) adalah : “A product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy a want or need”. Artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen.
Menurut Stanton, (1996:222), “A product is asset of tangible and intangible attributes, including packaging, color, price quality and brand plus the services and reputation of the seller”. Artinya suatu produk adalah kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merk ditambah dengan jasa dan reputasi penjualannya.
Menurut Tjiptono (1999:95) secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas “sesuatu” yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli.

Klasifikasi Produk
Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran, diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Kotler. Menurut Kotler (2002,p.451), produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1. Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu :

a) Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.

b) Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan sebagainya. Kotler (2002, p.486) juga mendefinisikan jasa sebagai berikut : “ Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

2. Berdasarkan aspek daya tahannya produk dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Barang tidak tahan lama (nondurable goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman kaleng dan sebagainya.

b. Barang tahan lama (durable goods)
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian dan lain-lain.

3. Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu

didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a) Barang konsumsi (consumer’s goods)
Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut.


b) Barang industri (industrial’s goods)
Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang industri diperjual belikan kembali.

Menurut Kotler (2002, p.451), ”barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis”. Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat jenis :
a) Convenience goods
Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain produk tembakau, sabun, surat kabar, dan sebagainya.

b) Shopping goods
Barang-barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Contohnya alat-alat rumah tangga, pakaian, furniture, mobil bekas dan lainnya.

c) Specialty goods
Barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Misalnya mobil Lamborghini, pakaian rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan sebagainya.

d) Unsought goods
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya.

Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the totality of features and characteristics of a product or service that bears on its ability to satisfy given needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Kualitas produk merupakan pemahaman bahwa produk yang ditawarkan oleh penjual mempunyai nilai jual lebih yang tidak dimiliki oleh produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan membandingkannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan penampilan terbaik atau bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan produk dengan kualitas tertinggi jika tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasar.

Menurut Kotler and Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya.

Bagaimana menjelaskan merek sebagai fenomena perubahan internal dan eksternal ? Mari kita tengok industri rokok untuk melihat keterkaitan strategi permerekan (branding) dengan lingkungan eksternal dan situasi internal perusahaan. Para pemain dalam industri rokok tidak hanya menghadapi dinamika persaingan, tetapi juga harus menghadapi faktor-faktor eksternal yang bukan hanya terbatas pada konsumen. Bukan seperti industri lainnya yang perhatian terhadap non konsumen dapat dinomorduakan, pada industri rokok persoalan dengan stakeholders bukan konsumen sama-sama pentingnya, yang terkadang urusannya bisa jauh lebih rumit dari pada sekedar mengurusi konsumennya. Industri rokok menduduki posisi yang unik karena sangat dibutuhkan tetapi sekaligus dibatasi pertumbuhannya. Pemerintah sangat berkepentingan dengan industri rokok, yang merupakan kontributor cukai terbesar. Apalagi industri rokok – langsung maupun tidak langsung – menciptakan lapangan kerja yang sangat besar. Sementara di sisi lain pemerintah juga berkepentingan untuk mengerem konsumsi rokok demi alasan kesehatan. Belum lagi tekanan dari masyarakat internasional yang anti nikotin, dan dituangkan dalam berbagai upaya WHO, yang berpengaruh terhadap regulasi pemerintah dan gerakan anti nikotin di masyarakat. Inilah yang dihadapi oleh perusahaan rokok.
            Keputusan tentang permerekan merupakan cerminan dari strategi menghadapi berbagai perubahan eksternal. Salah satu kebijakan strategis mengenai permerekan adalah kebijakan tentang pemanfaatan merek berdasarkan tingkatannya. Walaupun dalam implementasinya diterapkan dalam derajat yang berbeda-beda, secara garis besar pemberian merek terdiri atas dua tingkatan yaitu merek produk dan merek korporat. Pada permerekan produk individual, merek harus berjuang sendiri tanpa dukungan dari merek korporat. Dorongan membangun merek korporat berkaitan dengan masalah perusahaan. Seperti yang dihadapi oleh industri rokok, identitas korporat perlu diangkat ke atas karena didasari oleh perubahan pemikiran bagaimana perusahaan dapat diterima oleh masyarakat, mengingat produk rokok cenderung mempunyai citra negatif.
            Sementara dalam pemberian nama produk dapat digolongkan menjadi permerekan produk individual, permerekan lini produk, dan permerekan cakupan produk. Dalam permerekan individual setiap produk diberi nama merek yang ekslusif tanpa dikaitkan secara jelas dengan nama perusahaan. Strategi ini mengarahkan merek untuk memiliki nilai-nilai kepribadian, identitas, dan positioning yang unik. Konsekuensinya pendekatan ini mengharuskan setiap produk baru harus mempunyai suatu merek baru dan diposisikan untuk segmen pasar yang khusus. Tindakan ini mempermudah untuk mengevaluasi kinerja merek, evaluasi nilainya, dan keputusan alokasi sumber dayanya. Kekurangannya adalah kemungkinan terjadinya kanibalisasi, yang terjadi jika konsumen sasaran tidak terdeferensiasi secara jelas untuk setiap merek dan disertai positioning yang tidak jelas. Kelemahan lainnya biaya untuk komunikasi pemasaran yang lebih tinggi. Pemberian nama produk yang berdiri sendiri memang memiliki beberapa keuntungan diantaranya jika salah satu produk gagal tidak akan berpengaruh terhadap yang lain. Tetapi investasi setiap produk juga harus dilakukan sendiri. Pendekatan yang lain adalah permerekan lini produk. Produk dalam satu lini berada di bawah nama merek yang sama dan memiliki identitas dasar yang sama dengan sedikit perbedaan untuk masing-masing produk. Skala ekonomi dalam periklanan dan promosi merupakan kelebihan dari strategi ini, dan setiap perluasan lini akan memperkuat positioning dan citra merek. Setiap mengiklankan suatu produk dalam lini tersebut, produk akan meningkatkan awareness untuk keseluruhan lini. Permerekan cakupan produk merupakan strategi yang menempatkan sejumlah produk ke dalam kategori yang luas dan dikelompokkan bersama-sama dalam naungan sebuah nama merek dan dipromosikan ke dalam satu identitas dasar. Produk tersebut intinya mempunyai merek bersama tetapi mempunyai tingkat kinerja berbeda. Jadi, salah satu tugas strategi merek adalah menentukan penempatan tingkatan merek diantara dua kutub yakni permerekan korporat dan permerekan produk, yang dilandasi kepentingan strategi perusahaan. Namun dalam banjir informasi, mempertahankan dan memelihara sebuah nama di benak konsumen menjadi sulit dan mahal. Sehingga permerekan korporat menjadi trend.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar