MENDESAIN
PRODUK, MEREK, KEMASAN DAN LAYANAN
PENGERTIAN PRODUK
Produk menurut Kotler
dan Amstrong (1996:274) adalah : “A product as anything that can be offered to
a market for attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy
a want or need”. Artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar
untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan
keinginan atau kebutuhan konsumen.
Menurut Stanton,
(1996:222), “A product is asset of tangible and intangible attributes,
including packaging, color, price quality and brand plus the services and
reputation of the seller”. Artinya suatu produk adalah kumpulan dari
atribut-atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya kemasan,
warna, harga, kualitas dan merk ditambah dengan jasa dan reputasi penjualannya.
Menurut Tjiptono
(1999:95) secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen
atas “sesuatu” yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan
organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan
kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli.
Klasifikasi Produk
Banyak klasifikasi
suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran, diantaranya pendapat yang
dikemukakan oleh Kotler. Menurut Kotler (2002,p.451), produk dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan
wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu :
a) Barang
Barang merupakan
produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh,
dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.
b) Jasa
Jasa merupakan
aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak
lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan sebagainya.
Kotler (2002, p.486) juga mendefinisikan jasa sebagai berikut : “ Jasa adalah
setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan
suatu produk fisik.
2. Berdasarkan aspek
daya tahannya produk dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Barang tidak tahan
lama (nondurable goods)
Barang tidak tahan
lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau
beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi
pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman
kaleng dan sebagainya.
b. Barang tahan lama
(durable goods)
Barang tahan lama
merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak
pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun lebih).
Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian dan lain-lain.
3. Berdasarkan tujuan
konsumsi yaitu
didasarkan pada siapa
konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
a) Barang konsumsi
(consumer’s goods)
Barang konsumsi
merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa melalui pemrosesan
lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut.
b) Barang industri
(industrial’s goods)
Barang industri
merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut
untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang
industri diperjual belikan kembali.
Menurut Kotler (2002,
p.451), ”barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan
konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis”.
Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat jenis :
a) Convenience goods
Merupakan barang yang
pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan
dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil)
dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain produk tembakau,
sabun, surat kabar, dan sebagainya.
b) Shopping goods
Barang-barang yang
dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara
berbagai alternatif yang tersedia. Contohnya alat-alat rumah tangga, pakaian,
furniture, mobil bekas dan lainnya.
c) Specialty goods
Barang-barang yang
memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok
konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Misalnya mobil Lamborghini,
pakaian rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan sebagainya.
d) Unsought goods
Merupakan
barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui,
tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa,
ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya.
Berbicara mengenai
produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk. Menurut
American Society for Quality Control, kualitas adalah “the totality of features
and characteristics of a product or service that bears on its ability to
satisfy given needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari
sebuah produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada
konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan
kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi
harapan konsumen.
Kualitas produk
merupakan pemahaman bahwa produk yang ditawarkan oleh penjual mempunyai nilai
jual lebih yang tidak dimiliki oleh produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan
berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan membandingkannya dengan produk
yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan
penampilan terbaik atau bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan
produk dengan kualitas tertinggi jika tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh pasar.
Menurut Kotler and
Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a
product to perform its functions, it includes the product’s overall durability,
reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued
attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya,
hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan
pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya.
Bagaimana menjelaskan
merek sebagai fenomena perubahan internal dan eksternal ? Mari kita tengok
industri rokok untuk melihat keterkaitan strategi permerekan (branding) dengan lingkungan eksternal
dan situasi internal perusahaan. Para pemain dalam industri rokok tidak hanya
menghadapi dinamika persaingan, tetapi juga harus menghadapi faktor-faktor
eksternal yang bukan hanya terbatas pada konsumen. Bukan seperti industri
lainnya yang perhatian terhadap non konsumen dapat dinomorduakan, pada industri
rokok persoalan dengan stakeholders bukan konsumen sama-sama pentingnya, yang
terkadang urusannya bisa jauh lebih rumit dari pada sekedar mengurusi
konsumennya. Industri rokok menduduki posisi yang unik karena sangat dibutuhkan
tetapi sekaligus dibatasi pertumbuhannya. Pemerintah sangat berkepentingan
dengan industri rokok, yang merupakan kontributor cukai terbesar. Apalagi
industri rokok – langsung maupun tidak langsung – menciptakan lapangan kerja
yang sangat besar. Sementara di sisi lain pemerintah juga berkepentingan untuk
mengerem konsumsi rokok demi alasan kesehatan. Belum lagi tekanan dari
masyarakat internasional yang anti nikotin, dan dituangkan dalam berbagai upaya
WHO, yang berpengaruh terhadap regulasi pemerintah dan gerakan anti nikotin di
masyarakat. Inilah yang dihadapi oleh perusahaan rokok.
Keputusan tentang permerekan
merupakan cerminan dari strategi menghadapi berbagai perubahan eksternal. Salah
satu kebijakan strategis mengenai permerekan adalah kebijakan tentang
pemanfaatan merek berdasarkan tingkatannya. Walaupun dalam implementasinya
diterapkan dalam derajat yang berbeda-beda, secara garis besar pemberian merek
terdiri atas dua tingkatan yaitu merek
produk dan merek korporat. Pada
permerekan produk individual, merek harus berjuang sendiri tanpa dukungan dari
merek korporat. Dorongan membangun merek korporat berkaitan dengan masalah
perusahaan. Seperti yang dihadapi oleh industri rokok, identitas korporat perlu
diangkat ke atas karena didasari oleh perubahan pemikiran bagaimana perusahaan
dapat diterima oleh masyarakat, mengingat produk rokok cenderung mempunyai
citra negatif.
Sementara dalam pemberian nama
produk dapat digolongkan menjadi
permerekan produk individual,
permerekan lini produk, dan permerekan cakupan produk. Dalam permerekan
individual setiap produk diberi nama merek yang ekslusif tanpa dikaitkan secara
jelas dengan nama perusahaan. Strategi ini mengarahkan merek untuk memiliki
nilai-nilai kepribadian, identitas, dan positioning yang unik. Konsekuensinya
pendekatan ini mengharuskan setiap produk baru harus mempunyai suatu merek baru
dan diposisikan untuk segmen pasar yang khusus. Tindakan ini mempermudah untuk
mengevaluasi kinerja merek, evaluasi nilainya, dan keputusan alokasi sumber
dayanya. Kekurangannya adalah kemungkinan terjadinya kanibalisasi, yang terjadi
jika konsumen sasaran tidak terdeferensiasi secara jelas untuk setiap merek dan
disertai positioning yang tidak jelas. Kelemahan lainnya biaya untuk komunikasi
pemasaran yang lebih tinggi. Pemberian nama produk yang berdiri sendiri memang
memiliki beberapa keuntungan diantaranya jika salah satu produk gagal tidak
akan berpengaruh terhadap yang lain. Tetapi investasi setiap produk juga harus
dilakukan sendiri. Pendekatan yang
lain adalah permerekan lini produk. Produk dalam satu lini berada di bawah nama
merek yang sama dan memiliki identitas dasar yang sama dengan sedikit perbedaan
untuk masing-masing produk. Skala ekonomi dalam periklanan dan promosi
merupakan kelebihan dari strategi ini, dan setiap perluasan lini akan
memperkuat positioning dan citra merek. Setiap mengiklankan suatu produk dalam
lini tersebut, produk akan meningkatkan awareness untuk keseluruhan lini.
Permerekan cakupan produk merupakan strategi yang menempatkan sejumlah produk
ke dalam kategori yang luas dan dikelompokkan bersama-sama dalam naungan sebuah
nama merek dan dipromosikan ke dalam satu identitas dasar. Produk tersebut
intinya mempunyai merek bersama tetapi mempunyai tingkat kinerja berbeda. Jadi,
salah satu tugas strategi merek adalah menentukan penempatan tingkatan merek
diantara dua kutub yakni permerekan korporat dan permerekan produk, yang
dilandasi kepentingan strategi perusahaan. Namun dalam banjir informasi,
mempertahankan dan memelihara sebuah nama di benak konsumen menjadi sulit dan
mahal. Sehingga permerekan korporat menjadi trend.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar